Kawula-Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik
merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya
sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam
menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana, menjaga
stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan
merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai
dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
Sanksi :
• Pencurian
Sanksi :
• Penipuan
Sanksi:
• Perampokan
Sanksi :
• Korupsi
Sanksi :
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
Sanksi :
Dalam
KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan
terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri
dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Kejahatan terhadap nyawa orang lain terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
a. Pembunuhan Biasa (Pasal 338 KUHP)
Tindak
pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam
bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap
dengan semua unsur-unsurnya. Adapun rumusan dalam Pasal 338 KUHP adalah sebagai berikut :
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Yang dapat digolongkan dengan pembunuhan ini misalnya : seorang suami yang datang
mendadak dirumahnya, mengetahui istrinya sedang berzina dengan orang
lain, kemudian membunuh istrinya dan orang yang melakukan zina dengan
istrinya tersebut. Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan sebagai berikut :
“Barang
siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama
dua puluh tahun”.
Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut :
- Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja
- Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.
“Dengan
sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan
itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus)
yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah
terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud
sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk
menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan
terlebih dahulu.
Unsur
obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”,
unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus
menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan
tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan
untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Berkenaan
dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang lain dari si
pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi
masalah, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP.
Dari
pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan
yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih
berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai
kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku.
Berkenaan
dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak
termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri
dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung
jawabkan
b. Pembunuhan Dengan Pemberatan
Hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Pembunuhan
yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang
dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap
tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman,
atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada
dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau
penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
Perbedaan
dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai, atau
didahului oleh kejahatan”. Kata “diikuti” dimaksudkan diikuti kejahatan
lain. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya
kejahatan lain.
Misalnya :
A hendak membunuh B; tetapi karena B dikawal oleh P maka A lebih dahulu menembak P, baru kemudian membunuh B.
Kata
“disertai” dimaksudkan, disertai kejahatan lain; pembunuhan itu
dimaksudkan untuk mempermudah terlaksananya kejahatan lain itu.
Misalnya : C hendak membongkar sebuah bank. Karena bank tersebut ada penjaganya, maka C lebih dahulu membunuh penjaganya.
Kata
“didahului” dimaksudkan didahului kejahatan lainnya atau menjamin agar
pelaku kejahatan tetap dapat menguasai barang-barang yang diperoleh dari
kejahatan.
Misalnya
: D melarikan barang yang dirampok. Untuk menyelamatkan barang yang
dirampok tersebut, maka D menembak polisi yang mengejarnya.
Unsur-unsur dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan dalam rumusan Pasal 339 KUHP itu adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif : 1) dengan sengaja
2) Dengan maksud
b. Unsur obyektif : 1) Menghilangkan nyawa orang lain
2) Diikuti, disertai, dan didahului dengan tindak pidana lain
3) Untuk menyiapkan/memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah dilakukan
4) Untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang bersangkutan
5) Untuk
dapat menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh
secara melawan hukum, dalam ia/mereka kepergok pada waktu melaksanakan
tindak pidana.
Unsur
subyektif yang kedua “dengan maksud” harus diartikan sebagai maksud
pribadi dari pelaku; yakni maksud untuk mencapai salah satu tujuan itu
(unsur obyektif), dan untuk dapat dipidanakannya pelaku, seperti
dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP, maksud pribadi itu tidak perlu telah
terwujud/selesai, tetapi unsur ini harus didakwakan oleh Penuntut Umum
dan harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.
Sedang
unsur obyektif yang kedua, “tindak pidana” dalam rumusan Pasal 339
KUHP, maka termasuk pula dalam pengertiannya yaitu semua jenis tindak
pidana yang (oleh UU) telah ditetapkan sebagai pelanggaran-pelanggaran
dan bukan semata-mata jenis-jenis tindak pidana yang diklasifikasikan
dalam kejahatan-kejahatan. Sedang yang dimaksud dengan “lain-lain
peserta” adalah mereka yang disebutkan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yakni
mereka yang melakukan (pleger), yang menyuruh melakukan (doenpleger), yang menggerakkan/membujuk mereka untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan (uitlokker), dan mereka yang membantu/turut serta melaksanakan tindak pidana tersebut (medepleger).
Jika
unsur-unsur subyektif atau obyektif yang menyebabkan pembunuhan itu
terbukti di Pengadilan, maka hal itu memberatkan tindak pidana itu,
sehingga ancaman hukumannya pun lebih berat dari pembunuhan biasa, yaitu
dengan hukuman seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun. Dan
jika unsur-unsur tersebut tidak dapat dibuktikan, maka dapat memperingan
atau bahkan menghilangkan hukuman.
c. Pembunuhan Berencana
Hal ini diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Mengenai
arti kesengajaan, tidak ada keterangan sama sekali dalam KUHP. Lain
halnya dengan KUHP swiss dimana dalam pasal 18 dengan tegas ditentukan :
Barangsiapa melakukan perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya,
maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja.
Dalam
Memorie van toelicting swb (MvT) mendefinisikan bahwa pidana pada
umumnya hendaklah dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan
yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketahui.
Menurut
teori kehendak kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada
terwujudnya perbuatan seperti yang dirumuskan dalam wet. (de op
verwerkelijking der wettelijke omschrijving gerichte wil).
Sedangkan
menurut pengertian lain, kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat
dengan mengetahui unsur – unsur yang diperlukan menurut rumusan wet (de
wil tot handelen bj voorstelling van de tot de wettelijke omschrijving
behoorende bestandelen).
Dari rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana adalah sebagai berikut :
- Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
- Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.
Jika
unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan
sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya,
maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP.
d. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya (kinder-doodslag)
Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Seorang ibu yang karena
takut akan diketahui ia sudah melahirkan anak, pada ketika anak itu
dilahirkan atau tiada beberapa lama sesudah dilahirkan, dengan sengaja menghilangkan nyawa anak itu dipidana karena bersalah melakukan pembunuhan anak, dengan pidana penjara selama – lamanya tujuh tahun.”
Unsur pokok yang ada dalam Pasal 341 tersebut adalah bahwa seorang ibu dengan sengaja membunuh anak kandungnya sendiri pada saat anak itu dilahirkan atau beberapa saat setelah anak itu dilahirkan. Sedangkan unsur yang terpenting dalam rumusan Pasal tersebut adalah bahwa perbuatannya si ibu harus didasarkan atas suatu alasan (motief), yaitu didorong oleh perasaan takut akan diketahui atas kelahiran anaknya.
Jadi
Pasal ini hanya berlaku jika anak yang dibunuh oleh si ibu adalah anak
kandungnya sendiri bukan anak orang lain, dan juga pembunuhan tersebut
haruslah pada saat anak itu dilahirkan atau belum lama setelah
dilahirkan. Apabila anak yang dibunuh itu telah lama dilahirkan, maka
pembunuhan tersebut tidak termasuk dalam kinderdoodslag melainkan pembunuhan biasa menurut Pasal 338 KUHP.
e. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya Secara Berencana (kinder-moord)
Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
Seorang ibu yang untuk menjalankan keputusan yang diambilnya karena takut diketahui orang bahwa
ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, pada saat dilahirkan atau
tidak lama kemudian daripada itu menghilangkan jiwa anaknya itu dihukum
karena bersalah melakukan pembunuhan anak berencana dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya
adalah bahwa Pasal 342 KUHP, telah direncanakan lebih dahulu, artinya
sebelum melahirkan bayi tersebut, telah dipikirkan dan telah ditentukan
cara-cara melakukan pembunuhan itu dan mempersiapkan alat –alatnya.
Tetapi pembunuhan bayi yang baru dilahirkan, tidak memerlukan peralatan
khusus sehingga sangat rumit untuk membedakannya dengan Pasal 341 KUHP
khususnya dalam pembuktian karena keputusan yang ditentukan hanya si ibu
tersebut yang mengetahuinya dan baru dapat dibuktikan jika si ibu
tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya.
f. Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri
Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
Barangsiapa
menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri,
yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya dua belas tahun.
Pasal
344 ini membicarakan mengenai pembunuhan atas permintaan dari yang
bersangkutan. Unsur khususnya, yaitu permintaan yang tegas dan
sungguh/nyata, artinya jika orang yang minta dibunuh itu permintaanya
tidak secara tegas dan nyata, tapi hanya atas persetujuan saja, maka
dalam hal ini tidak ada pelanggaran atas Pasal 344, karena belum
memenuhi perumusan dari Pasal 344, akan tetapi memenuhi perumusan Pasal
338 (pembunuhan biasa).
Contoh dari pelaksanaan Pasal 344 KUHP adalah jika dalam sebuah pendakian (ekspedisi),
dimana kalau salah seorang anggotanya menderita sakit parah sehingga ia
tidak ada harapan untuk meneruskan pendakian mencapai puncak gunung,
sedangkan ia tidak suka membebani kawan-kawannya dalam mencapai tujuan maka dalam hal ini mungkin ia minta dibunuh saja.
g. Penganjuran Agar Bunuh Diri
Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
Barangsiapa
dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau menolongnya
dalam perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dihukum
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya
bunuh diri.
Yang
dilarang dalam Pasal tersebut, adalah dengan sengaja menganjurkan atau
memberi daya upaya kepada orang lain, untuk bunuh diri dan kalau bunuh
diri itu benar terjadi. Jadi seseorang dapat terlibat dalam persoalan
itu dan kemudian dihukum karena kesalahannya, apabila orang lain menggerakkan atau membantu atau memberi daya upaya untuk bunuh diri dan baru dapat dipidana kalau nyatanya orang yang digerakkan dan lain sebagainya itu membunuh diri dan mati karenanya. Unsur “jika pembunuhan diri terjadi” merupakan “bijkomende voor-waarde van strafbaarheid”, yaitu syarat tambahan yang harus dipenuhi agar perbuatan yang terlarang/dilarang tadi dapat dipidana.
• Pencurian
Sanksi :
1. Pencurian Ringan (biasa)
Pencurian ringan ini bisa dikatakan pencurian ringan apabila dilakukan dengan tidak merusak kunci atau pintu, tidak memanjat pagar, tidak dilakukan pada malam hari, dan harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. Dan diancam dengan hukuman penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Terdapat dalam UU KUHP Pasal 362.
2. Pencurian Pemberatan
Pencurian ringan ini bisa dikatakan pencurian ringan apabila dilakukan dengan tidak merusak kunci atau pintu, tidak memanjat pagar, tidak dilakukan pada malam hari, dan harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. Dan diancam dengan hukuman penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Terdapat dalam UU KUHP Pasal 362.
2. Pencurian Pemberatan
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
- pencurian ternak;
- pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
- pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
- pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih:
- pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
Jika pencurian yang diterangkan
dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (UU KUHP Pasal
363)
3. Pencurian dengan kekerasan
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. (UU KUHP Pasal 365)Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
3. Pencurian dengan kekerasan
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. (UU KUHP Pasal 365)Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
- jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;
- jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
- jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
- jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
• Penipuan
Sanksi:
Sejak berlakunya Undang-undang Perlindungan Konsumen tanggal 20 April
1999, masalah pelanggaran atas hak-hak konsumen masih terus saja
terjadi. Kasus konsumen yang banyak terjadi pada hakekatnya merupakan
pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dan kurangnya kesadaran pelaku
usaha seperti tercantum dalam pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999. Tidak
dipenuhinya hak konsumen oleh pelaku usaha dalam transaksi pesanan
merupakan sebuah tindakan yang melanggar Pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999.
Secara sederhana, pelanggaran terhadap pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999 ini
berawal dari perikatan yang timbul dari adanya kesepakatan antara pelaku
usaha sebagai pihak penawar barang/jasa dan konsumen sebagai pihak
pemesan barang/jasa. Dari tahap ini sebenarnya tidak timbul masalah yang
berarti. Namun jika diteliti pengaturan sanksi, terhadap pelaku yang
melanggar Pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999 dikenai sanksi pidana berupa
pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak 2
miliar rupiah (pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999). Pengenaan sanksi
pidana terhadap pelanggaran perjanjian pesanan barang/jasa menimbulkan
beberapa permasalahan. Mengingat lahirnya perikatan/perjanjian pesanan
itu berasal dari adanya kesepakatan para pihak maka sudah seharusnya
penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi dilakukan dalam lingkup Hukum
Perdata. Hanya dengan adanya pengaturan pasal 62 ayat (1) UU No. 8
Tahun 1999 ini, konsumen bisa saja menuntut si pelaku usaha karena
dinilai telah melakukan tindak pidana perlindungan konsumen. Dari latar
belakang di atas dapat di ajukan beberapa isu hukum, yaitu:
1. Apakah hakekat pelanggaran Pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999?
2. Apakah sanksi pidana dapat langsung dikenakan pada pelaku usaha
yang melanggar Pasal 16 jo. Pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999?
3. Bentuk sanksi apakah yang seharusnya dikenakan pada pelanggar pasal 16 UU No. 8 tahun 1999?
Hakekat Pelanggaran Pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999
Lahirnya hubungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU No. 8
Tahun 1999 sebenarnya berawal dari kehendak konsumen memesan makanan
yang diinginkannya. Kehendak untuk mendapatkan makanan ini kemudian
bertemu dengan penawaran pelaku usaha yang dalam hal ini menjual makanan
seperti yang dikehendaki konsumen. Pelayanan melalui pesanan menjadi
bentuk baru dalam penawaran makanan yang disediakan pelaku usaha.
Pelayanan melalui pesanan disini sebenarnya merupakan satu bagian utuh
dari penawaran pelaku usaha makanan kepada konsumen. Karena pada
hakekatnya penawaran makanan melalui pesanan (delivery order) atau
pengiriman makanan menjadi satu hal penting yang dipertimbangkan oleh
konsumen untuk membuat kesepakatan. Ketika kesepakatan antara konsumen
dan peaku usaha makanan bertemu pada saat itu juga terjadilah hubungan
kontraktual (privity of contract). Akibat hukum dari adanya hubungan
kontraktual ini adalah terikatnya para pihak pembuat kesepakatan pesanan
makanan untuk melakukan prestasi dan kontra prestasi (Pasal 1338
BW-Asas Pacta Sunt Servanda) dan timbulnya prestasi dan kontra prestasi
yang dibebankan pada para pembuat kesepakatan. Pada tahap pertama
pemenuhan kesepakatan, pelaku usaha harus melakukan prestasi berupa
mengirimkan barang (makanan) sesuai dengan permintaan konsumen.
Sedangkan bagi konsumen begitu menerima pesanan makanan ia harus
melakukan kontra prestasi dengan memberikan pembayaran sesuai dengan
kesepakatan di awal.
Permasalahan terjadi manakala prestasi tidak sesuai dengan
kesepakatan para pihak. Sebagai contoh, pada pelayanan delivery order
ayam goreng, ketika pesanan telah melebihi waktu kesepakatan maka pelaku
usaha dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran pada perjanjian dan
harus melakukan penggantian kerugian yang diderita oleh konsumen (Pasal
1365 KUH Perdata). Peristiwa hukum di atas ini merupakan hubungan hukum
yang melibatkan para pihak dalam hal keperdataan sehingga termasuk dalam
lingkup hukum perdata dan seharusnya pula di kenakan sanksi perdata
berupa ganti rugi atau pemenuhan prestasi. Pasal 16 UU No.8 Tahun 1999
juga menekankan hal ini dengan larangan berupa:
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
a. Tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b. Tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Di dalam praktek bisa saja terjadi pesanan sudah terlanjur disajikan
jadi konsumen terpaksa menikmatinya. Namun apabila pesanan masih belum
siap, konsumen dimungkinkan untuk melakukan beberapa tindakan (Yusuf
Sofie, 2000:215) seperti:
a) Konsumen tetap membayar sesuai harga yang tercantum atau yang telah disepakati;
b) Konsumen hanya membayar semacam order free (yang belum begitu lazim di Indonesia);
c) Konsumen sama sekali tidak membayar.
Ketiga kemungkinan di atas harus dipilih konsumen dengan melihat
proses pembentukan perjanjian dengan pelaku usaha. Di dalam praktek
seringkali terjadi beberapa kemungkinan dilakukan oleh pelaku usaha pada
saat pembuatan kesepakatan pesanan. Kemungkinan itu antara lain:
a) Pelaku usaha tidak memberikan informasi yang memadai tentang
makanan yang ditawarkan dan konsumen juga tidak menanyakan hal itu;
b) Pelaku usaha telah memberikan informasi tentang makanan yang di
tawarkan tetapi tidak menjelaskan bentuk standar pelayanan pesanan
makanan pada konsumen dan konsumen tidak menanyakan hal itu;
c) Pelaku usaha telah memberikan informasi secara lengkap tentang
makanan dan pelayanan yang disediakan dan konsumen dalam hal ini telah
mengetahui.
Terhadap kemungkinan-kemungkinan di atas konsumen tetap mendapatkan
perlindungan atas hak-haknya. Hanya saja di dalam hal konsumen ingin
melakukan gugatan ganti rugi maka pada kemungkinan a) konsumen tidak
dapat meminta ganti rugi sebab kedua belah pihak sama-sama tidak
mensepakati hal-hal khusus tentang makanan dan pelayanan. Pada
kemungkinan b), konsumen hanya memiliki hak untuk meminta ganti rugi
ketika makanan tidak sesuai dengan pesanan dan tidak dapat melakukan
ganti rugi bila fasilitas pelayanan tidak seperti yang dikehendaki.
Sedangkan pada kemungkinan c), konsumen memiliki perlindungan hak yang
kuat untuk mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha karena sudah
terdapat kesepakatan antara pelaku usaha dengan konsumen. Pertimbangan
ini didasarkan atas pemahaman hak dan kewajiban yang seimbang antara
pelaku usaha dan konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4-7
Undang-undang Perlindungan Konsumen. Ketentuan hukum ini sebenarnya
merupakan perwujudan asas keseimbangan dan keamanan konsumen yang
menghendaki adanya peningkatan pemberdayaan konsumen untuk mengerti
hak-hak nya dan sisi lain menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen (Pasal 3 huruf c dan e UU No. 8 Tahun
1999).
Pertimbangan Pengenaan Pasal 16 jo. Pasal 62 ayat (1) UU No.8 Tahun 1999
Pemahaman berbeda ternyata diatur dalam pasal 62 ayat (1) UU No. 8
Tahun 1999 yang memberikan sanksi pidana pada pelanggar pasal 16 UU No. 8
Tahun 1999. Kebijakan pengenaan sanksi pidana pada pelanggaran Pasal 16
UU No.8 Tahun 1999 sebenarnya sangat berlebihan. Pengenaan sanksi
pidana pada hakekatnya merupakan sanksi akhir (ultimum remidium) yang
dapat dikenakan pada pelanggar (Didik Endro Purwoleksono, 2006: ). Namun
dalam ketentuan Pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999, sanksi pidana
tidak menjadi sanksi terakhir malah sanksi utama bagi pelanggar Pasal 16
UU No. 8 Tahun 1999. Pengaturan sanksi pidana ini sebenarnya tidak
bersesuaian dengan asas keseimbangan dan asas kepastian hukum seperti di
maksudkan dalam UU No. 8 Tahun 1999.
Pemberlakuan asas keseimbangan pada dasarnya dimaksudkan untuk
memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen,pelaku usaha dan
pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual (penjelasan pasal 2
angka 3 UU No. 8 Tahun 1999). Sedangkan di lain pihak asas kepastian
hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen
serta negara menjamin kepastian hukum (Penjelasan Pasal 2 angka 5 UU
No.8 Tahun 1999). Dengan adanya pengaturan sanksi pidana sebagai sanksi
utama menurut pasal 62 UU No.8 Tahun 1999 secara tidak langsung
memberikan kedudukan yang kuat pada konsumen untuk menuntut pelaku usaha
yang melanggar ketentuan ini. Pengaturan ini sangat rawan menimbulkan
penyalahgunaan sanksi pidana untuk menekan atau mengancam pelaku usaha
yang dinilai wanprestasi pada pelayanan pesanan.
Pengaturan sanksi pidana dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen
seharusnya menjadi sanksi terakhir yang dapat dikenakan pada pelanggar
hukum manakala pelanggar sudah terbukti melakukan penipuan atau tindak
pidana.
Bentuk Sanksi yang dikenakan pada Pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999
Bentuk sanksi yang bisa dikenakan terhadap pelanggar Undang-undang
Perlindungan Konsumen menurut UU No. 8 Tahun 1999 hanya ada dua macam
yaitu sanksi administratif (Pasal 60) dan sanksi pidana (Pasal 61-62)
ditambah hukuman tambahan (pasal 63). Hanya saja pengaturan tentang
kewenangan sanksi administratif dalam UU Perlindungan Konsumen hanya
bisa diberikan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Hal yang
berbeda diberlakukan pada pengaturan sanksi pidana dalam UU No. 8 Tahun
1999 ternyata dapat dikenakan langsung pada pelaku usaha yang melanggar
beberapa ketentuan hukum perlindungan konsumen. Kebijakan pengenaan
sanksi pada pelanggaran hak konsumen seharusnya didasarkan atas
pemahaman hubungan hukum yang akan dikenakan sanksi. Bentuk sanksi
seharusnya mengikuti hubungan hukum yang diatur. Secara khusus pada
pasal 16 UU No. 8 Tahun 1999 terdapat hubungan hukum perdata berupa
perjanjian jual-beli makanan dengan sistem pesanan maka bentuk sanksi
yang seharusnya dikenakan adalah sanksi keperdataan berupa ganti rugi,
pembatalan perjanjian atau pemenuhan prestasi pada perjanjian.
Pemahaman ini sangat penting mengingat sanksi pidana seringkali
digunakan sebagai ‘alat pengancam’ bagi pelanggar hukum suatu ketentuan
hukum. Hal ini sangat tidak tepat jika dikaitkan dengan hakekat sanksi
pidana sendiri sebagai ultimum remidium.
• Perampokan
Sanksi :
Tindak pidana senantiasa ada selama manusia hidup bermasyarakat di bumi
ini. Pada dasarnya setiap orang yang melakukan tindak pidana dapat
dikenakan pidana sebagaimana perbuatan yang dilakukannya, namun tidak
setiap orang yang melakukan tindak pidana dapat dipidana kecuali dalam
kenyataannya telah berlaku aturan hukum pidana yang mengatur sebelumnya.
Seperti dalam perkara tindak pidana pencurian dengan pemberatan Nomor :
118/Pid.B/2006/Pn.Bdg. Tindak pidana pencurian secara umum diatur dalam
Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP berdasarkan hal tersebut
permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana luas lingkup tindak pidana
pencurian dan relevansi penerapan sanksi pidana bagi pelaku pencurian
dalam keadaan memberatkan baik menurut KUHP maupun menurut ilmu
pengetahuan hukum pidana (Doktrin) yang berlaku serta upaya para aparat
penegak hukum didalam menerapkan hukum bagi pelaku tindak pidana
pencurian dalam keadaan memberatkan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang bertujuan dengan cara menyusun analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor : 1036/PID.B/2009/PN.BDG dengan mengadakan penafsiran hukum, kontruksi hukum, yang nantinya dijadikan landasan teori bagi penulis untuk memberikan analisis dengan memberikan gambaran terhadap permasalahan yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tindak pidana pencurian secara umum diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP yang mencakup pencurian biasa (gewone dieftal), Pasal 362 KUHP, pencurian dengan pemberatan (gequalificeerde diefstal), Pasal 363 KUHP, pencurian ringan (geprivelegeerde diefstal), Pasal 364 KUHP pencurian dengan kekersan, Pasal 365 KUHP, pencurian dalam kalangan keluarga, Pasal 367 KUHP. Dalam kasus yang penulis bahas ternyata pelaku memang telah melakukan pencurian dengan pemberatan yang kemudian Jaksa Penuntut Umum menurut pertimbangannya mendakwa terdakwa dengan dakwaan tunggal yang menyatakan perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 363 ayat (1) ke 3 KUHP dengan tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah hanya selama 6 bulan. Tuntutan pidana dari Jaksa Penuntut Umum ini terlalu ringan, karena sanksi yang dapat dijatuhkan menurut Pasal 363 adalah bahwa yang bersalah dapat dijatuhi hukuman yaitu selama 9 (sembilan) tahun pidana penjara.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang bertujuan dengan cara menyusun analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor : 1036/PID.B/2009/PN.BDG dengan mengadakan penafsiran hukum, kontruksi hukum, yang nantinya dijadikan landasan teori bagi penulis untuk memberikan analisis dengan memberikan gambaran terhadap permasalahan yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tindak pidana pencurian secara umum diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP yang mencakup pencurian biasa (gewone dieftal), Pasal 362 KUHP, pencurian dengan pemberatan (gequalificeerde diefstal), Pasal 363 KUHP, pencurian ringan (geprivelegeerde diefstal), Pasal 364 KUHP pencurian dengan kekersan, Pasal 365 KUHP, pencurian dalam kalangan keluarga, Pasal 367 KUHP. Dalam kasus yang penulis bahas ternyata pelaku memang telah melakukan pencurian dengan pemberatan yang kemudian Jaksa Penuntut Umum menurut pertimbangannya mendakwa terdakwa dengan dakwaan tunggal yang menyatakan perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 363 ayat (1) ke 3 KUHP dengan tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah hanya selama 6 bulan. Tuntutan pidana dari Jaksa Penuntut Umum ini terlalu ringan, karena sanksi yang dapat dijatuhkan menurut Pasal 363 adalah bahwa yang bersalah dapat dijatuhi hukuman yaitu selama 9 (sembilan) tahun pidana penjara.
• Korupsi
Sanksi :
A. Pidana Mati
Dapat dipidana mati kepada setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana ditentukan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dilakukan dalam ketentuan tertentu. Adapun yang dimmaksud dengan ketentuan tertentu adalah pemberatan kepada pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadinya bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada saat negara dalam keadaan krisis ekonomi (moneter)
B. Pidana Penjara
a. Pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 ayat (1))
b. pidana seumur hidup atau penjara paling singkakt 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korp[orasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau saran yang ada padanya karena jabatan atau kedudukanyang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (pasal 3)
c. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 209 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 5)
e. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 210 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 6)
f. pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 387 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 7)
g. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 415 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 8)
h. pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 416 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 9)
i. pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 417 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 10)
j. pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 418 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 11)
k. pidana penjara seumur hidup dan/atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 419, pasal 420, pasal 423, pasal 425, pasal 435 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 12)
l. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi (pasal 21)
m. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35,dan pasal 36 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang tidak benar (pasal 22)
n. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus puluh juta rupiah) bagi bagi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 220, pasal 231, pasal 421, pasal 422, pasal 429, pasal 430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 23)
o. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) bagi saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (pasal 24)
C. Pidana Tambahan
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindakan pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidan dimana tindak pidana dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk paling lama 1 (satu) tahun
d. penutupan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
e. jika terpidan tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hokum, maka harta bendanya dapat disita atau dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut
f. dalam hal terpidan tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
Dapat dipidana mati kepada setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana ditentukan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dilakukan dalam ketentuan tertentu. Adapun yang dimmaksud dengan ketentuan tertentu adalah pemberatan kepada pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadinya bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada saat negara dalam keadaan krisis ekonomi (moneter)
B. Pidana Penjara
a. Pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 ayat (1))
b. pidana seumur hidup atau penjara paling singkakt 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korp[orasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau saran yang ada padanya karena jabatan atau kedudukanyang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (pasal 3)
c. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaiman yang dimaksud dalam pasal 209 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 5)
e. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 210 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 6)
f. pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 387 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 7)
g. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 415 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 8)
h. pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 416 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 9)
i. pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 417 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 10)
j. pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagimana dimaksud dalam pasal 418 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 11)
k. pidana penjara seumur hidup dan/atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 419, pasal 420, pasal 423, pasal 425, pasal 435 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 12)
l. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi (pasal 21)
m. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35,dan pasal 36 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang tidak benar (pasal 22)
n. pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus puluh juta rupiah) bagi bagi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 220, pasal 231, pasal 421, pasal 422, pasal 429, pasal 430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pasal 23)
o. pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) bagi saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (pasal 24)
C. Pidana Tambahan
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindakan pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidan dimana tindak pidana dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
b. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk paling lama 1 (satu) tahun
d. penutupan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
e. jika terpidan tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hokum, maka harta bendanya dapat disita atau dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut
f. dalam hal terpidan tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
1 komentar:
Pernahkah merasa tertipu oleh agen yang sangat anda percayai?? yang menawarkan berbagai bonus dan kata-kata manis?? dan akhir yang anda dapatkan adalah kecewa??
Saatnya Tinggalkan itu semua.. Kami hadir untuk mengembalikan semangat bermain anda..dapatkan pelayanan memuaskan yang nyaman dan tidak ribet..
Dapatkan Proses Transaksi Deposit & Withdraw Yang Cepat dan Tidak Ribet..Bonus yang PASTI..
Kami Tidak Takut Anda Menang...Kami Segan Jika Anda Kecewa...
Winning303 Agen betting online yang sudah berpengalaman dan profesional..Hadirkan Permainan Lengkap dan Pelayanan Ramah serta Profesional yang membuat anda tidak akan berpaling lagi..
Cukup 1 ID saja dan tidak perlu ribet ganti user id untuk bermain:
-Sports
-Poker
-Live Casino
-Slots
-Lotere/Togel
-Sabung Ayam'
Winning 303 Banjir Hadiah Yukz gabung bersama kami dan Dapatkan Langsung
Bonus New Member Slot 15%
Bonus New Member Poker 10%
Bonus New Member Sabung Ayam 10%
Bonus New Member Sportsbook & Live Casino 20%
Bonus Deposit 10% Setiap Hari
Bonus Deposit 10% Slot Setiap Hari
Bonus Deposit Sabung Ayam 5%
Bonus Cashback 5-10%
Bonus 100% 7x Kemenangan Beruntun Sabung Ayam
Diskon Togel Hingga 65%
Bonus Rollingan Slot 1%
Bonus Rollingan Poker dan Live Casino 0.5%
Yang Lain Sudah Bergabung...Sekarang Giliran Anda....
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA: +6287785425244
Posting Komentar